Ketika berdiskusi dengan beberapa orang tua terkait "hubungan" anaknya dengan gawai (gadget), rata-rata mereka mengungkapkan bagaimana anaknya sangat tergantung dengan perangkat ini. Muncul anggapan bahwa anak sangat terikat dengan alat canggih (acang) ini, sehingga kadang orang tua tidak berdaya untuk bisa memisahkan si anak dengannya. Apalagi banyak orang tua yang juga merasa gagap teknologi (gaptek) sehingga merasa "kalah" dengan anaknya dan memilih mengambil jarak dengan teknologi digital ini. Apakah hal ini menjadi fenomena umum orang tua Indonesia di era internet ini? Apakah anggapan bahwa anak sangat "terikat" dengan gawainya sehingga tidak bisa dipisahkan, adalah anggapan yang benar?
Di sebuah lingkungan perumahan di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, ada seorang ibu yang memiliki kekhawatiran karena anaknya, bersama anak-anak lainnya di kompleks tersebut, selalu melewatkan waktu luangnya hanya dengan bermain game online dan aktivitas di internet lainnya. Ibu Sesilia Niken, nama ibu tersebut, kemudian mengajak orang tua lainnya untuk membuat gerakan "No Gadget Campaign". Setiap sore hari, para orang tua tersebut mengajak anak-anak bermain dengan berbagai permainan tradisional, memasak bersama, story telling dan sebagainya.
Bagaimana reaksi anak-anak di lingkungan tersebut? Apakah program ini mendapat respon positif dari mereka? Ternyata mereka sangat senang mengikuti beragam aktivitas no-gadget ini, selalu antusias di setiap kegiatan yang diadakan. Bahkan mereka sudah bisa berujar "bosan kalo maen gadget terus". Hal ini coba didokumentasikan oleh ICT Watch dalam sebuah video singkat berdurasi sekitar 6 menit yang bisa dilihat di situs Smart School Online.
Slamet Raharjo, salah satu aktor senior yang bermain dalam film ini, mengungkapkan bahwa dirinya sampai menolak tawaran bermain di sebuah film yang lebih besar, demi bermain di film Petualangan Menangkap Petir karena ada pesan penting yang kuat untuk disampaikan kepada keluarga di Indonesia, khususnya kepada para orang tua di era digital ini. Dan gak cuma pesannya yang bagus, film ini juga sangat menghibur. Kita dibawa untuk tersenyum, tertawa bahkan menitikkan air mata menyaksikan adegan demi adegan. Anak saya bahkan sempat tersedu sedan di salah satu adegan yang mengharukan. Trailer filmnya bisa dilihat di sini:
Jadi kembali ke pertanyaan yang ada di judul postingan ini, "Apakah anak zaman now tidak bisa lepas dari gadget mereka?". Jawabannya sangat tergantung bagaimana orang tua dan lingkungan anak-anak ini mengarahkan mereka. Karena pada dasarnya anak-anak hanya ingin bermain. Jika tidak ada yang mengajak mereka bermain di dunia nyata, maka mereka akan tenggelam dalam dunianya sendiri di internet. Akan tetapi jika orang tua mau meluangkan waktunya untuk beraktivitas bersama anak di dunia nyata, maka mereka pun akan dengan senang bermain dan beraktivitas lainnya dengan orang tua.
Itu sih pendapat saya, bagaimana pendapat kamu?
(sumber gambar atas: 123rf.com)
Di sebuah lingkungan perumahan di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, ada seorang ibu yang memiliki kekhawatiran karena anaknya, bersama anak-anak lainnya di kompleks tersebut, selalu melewatkan waktu luangnya hanya dengan bermain game online dan aktivitas di internet lainnya. Ibu Sesilia Niken, nama ibu tersebut, kemudian mengajak orang tua lainnya untuk membuat gerakan "No Gadget Campaign". Setiap sore hari, para orang tua tersebut mengajak anak-anak bermain dengan berbagai permainan tradisional, memasak bersama, story telling dan sebagainya.
Bagaimana reaksi anak-anak di lingkungan tersebut? Apakah program ini mendapat respon positif dari mereka? Ternyata mereka sangat senang mengikuti beragam aktivitas no-gadget ini, selalu antusias di setiap kegiatan yang diadakan. Bahkan mereka sudah bisa berujar "bosan kalo maen gadget terus". Hal ini coba didokumentasikan oleh ICT Watch dalam sebuah video singkat berdurasi sekitar 6 menit yang bisa dilihat di situs Smart School Online.
Selain itu, akhir Agustus ini, sinema Indonesia akan dimeriahkan dengan sebuah film yang mengangkat tema yang serupa. Kisah seorang YouTuber muda terkenal yang menemukan bahwa ternyata kehidupan dan persahabatan di dunia nyata itu jauh lebih berkesan bagi dirinya dibanding kehidupannya di dunia "maya". Petualangan Menangkap Petir, judul film tersebut, memberi pesan positif tentang pentingnya anak untuk menjaga keseimbangan hidupnya di era digital ini, dan pentingnya peran orang tua untuk dapat mengarahkan dan mendampingi anak, tidak hanya di dunia nyata, akan tetapi juga di dunia maya. Film yang akan tayang mulai 30 Agustus 2018 ini, dibintangi juga oleh para bintang cilik seperti Bima Azriel, Fatih Unru, Zara Leola dan lain-lain.
Bersama Slamet Rahardjo di screening film Petualangan Menangkap Petir |
Slamet Raharjo, salah satu aktor senior yang bermain dalam film ini, mengungkapkan bahwa dirinya sampai menolak tawaran bermain di sebuah film yang lebih besar, demi bermain di film Petualangan Menangkap Petir karena ada pesan penting yang kuat untuk disampaikan kepada keluarga di Indonesia, khususnya kepada para orang tua di era digital ini. Dan gak cuma pesannya yang bagus, film ini juga sangat menghibur. Kita dibawa untuk tersenyum, tertawa bahkan menitikkan air mata menyaksikan adegan demi adegan. Anak saya bahkan sempat tersedu sedan di salah satu adegan yang mengharukan. Trailer filmnya bisa dilihat di sini:
Jadi kembali ke pertanyaan yang ada di judul postingan ini, "Apakah anak zaman now tidak bisa lepas dari gadget mereka?". Jawabannya sangat tergantung bagaimana orang tua dan lingkungan anak-anak ini mengarahkan mereka. Karena pada dasarnya anak-anak hanya ingin bermain. Jika tidak ada yang mengajak mereka bermain di dunia nyata, maka mereka akan tenggelam dalam dunianya sendiri di internet. Akan tetapi jika orang tua mau meluangkan waktunya untuk beraktivitas bersama anak di dunia nyata, maka mereka pun akan dengan senang bermain dan beraktivitas lainnya dengan orang tua.
Itu sih pendapat saya, bagaimana pendapat kamu?
(sumber gambar atas: 123rf.com)
Aku masih nebak-nebak juga ini, digital parenting macam apa yg harus ku terapkan nanti kalo si bayi udah ngerti gadget
BalasHapusNah, intinya sih bagaimana orang tua selalu mendampingi anak baik di dunia nyata maupun di dunia maya
Hapussepakat sih soal anak bisa keasyikan dengan gejetnya dan kalau udah sampai begitu, perlu waktu serius bagi orang tua untuk menyeimbangkannya. tidak sedikit orang tua yang merasa gagal untuk mengajak anak berjarak dengan gejet. curhatan beberapa orang tua di RPTRA yang kemarin aku sambangi rata-rata merasakan seperti itu. Solusinya memang tak bisa dilakukan sendiri. peran lingkungan amat penting. di RPTRA DKI Berseri tersebut pun akhirnya disepakati oleh seluruh warga (Kepala Keluarga) dan pengurus RPTRA tentang larangan membawa gejet dalam lokasi RPTRA. Apa yang dilakukan bu Niken pun amat inspiratif. semoga bisa diduplikasi oleh orang tua lainnya di mana-mana.
BalasHapusPeran lingkungan jadi krusial sebagai "supporting system" nya orang tua
HapusKeren...!
BalasHapusBetul sekali pak... interaksi antara ortu dan anak punya peran yg sangat penting disini, kalau orangtuanya aja sibuk pegang gadget lah anaknya mau main sm siapa...
BalasHapusTulll, orang tua juga kadang "gak mau susah" sih
HapusSuper!!! Ini mirip dengan diskusi saya dan istri di rumah, ketergantungan terhadap gadget sebetulnya bukan berasal dari anak, tapi dari orang tua yang "merasa gaptek" padahal "males ribet" dengan anak. Kami sudah menerapkan "jam pinjam gadget", hanya di hari libur dengan waktu terbatas.
BalasHapusItu pun sebetulnya hanya untuk mengakomodir agar anak tidak "mencuri waktu gadget" di tempat lain, karena lingkungan teman2nya yang diijinkan bermain gadget di hari sekolah.
Betapa sulitnya menerapkan disiplin, karena lingkungan yang sangat signifikan pengaruhnya. Metode "no gadget campaign" saya rasa akan lebih efektif, lebih baik pengaruhi lingkungan daripada menjaga anak dari pengaruh lingkungan.
Salam relawan,
Oman - Karawang
Nah ini, tantangan baru: mengajak lingkungan juga untuk berubah
HapusDahsyatttt om Banyu...
BalasHapusAh apalah saya dibandingkan kak Hilman
HapusTidak bisa lepas dari gadget disebabkan karena kecanduan dan orangtua. Orangtua perlunya mengawasi sang anak
BalasHapus